Desainer Untuk Era
Walaupun sejarah berjalan seperti ombak besar yang tidak diatasi oleh
seseorang, kadang-kadang arusnya dapat berubah, karena ada seseorang
yang istimewa. Seseorang yang istimewa itu berarti tokoh yang membangun
negara baru seperti halnya Jeong Do-jeon pada akhir Goryeo dan awal
kerajaan Joseon atau Kim Ok-gyun pada era berlangsungnya proses Barat.
Pada era kerajaan Goryeo, Choi Seung-ro menegakkan sistem negara dan
menstabilkan kekuasaan raja.
Dari Orang Shilla Ke Orang Goryeo
Choi Seung-ro lahir pada tahun 927 di Shilla sebagai putra dari
bangsawan Shilla bernama Choi Eun-ham. Kisah kelahirannya terdapat di
dalam buku sejarah 'Samguk Yusa.'
Choi Eun-ham yang melahirkan putra sejak absen beberapa tahun
setelah pernikahan melarikan diri dari serangan pasukan Baekje ke kuil
Jungsaeng dengan membawa putranya saat kota Gyeongju menjadi kacau balau
setelah raja wafat akibat serangan Baekje. Dia berdoa agar menjaga
bayinya setelah menyembunyikan bayinya di belakang patung Bodhisattva.
Setelah pasukan Baekje mundur, Choi Eun-ham mengunjungi kuil Jungsaeng,
dan baru menemukan bayinya yang tetap sehat dan berbau susu walaupun 15
hari telah berlalu. Bayi itu tiada lain adalah Choi Seung-ro.
Demikianlah, Choi Seung-ro yang lahir pada era kekacauan menjadi orang
Goryeo saat dia berusia 10 tahun, karena dia menuju bersama ayahnya ke
Songak, Goryeo. Choi Seung-ro yang berbakat tinggi di bidang ilmu sejak
masih kecil mendapat pujian dari raja Taejo, yaitu pendiri Goryeo dengan
menghafal Kitab Analek Cina -Kong Fu Cu, sehingga dia mendapat hadiah
dan juga menjadi siswa dari institut umum yang biasa diperbolehkan
kepada para sarjana. Demikianlah Choi Seung-ro tumbuh dengan mendapat
antisipasi tinggi dan akhirnya kemampuannya cukup cemerlang setelah dia
bertemu dengan raja ke-6 dari Goryeo, Seongjong.
Menegakkan Landasan Ideologi Politik Goryeo
Sebenarnya, Choi Seung-ro tidak sempat menunjukkan kemampuannya saat dia
masih muda, namun dia muncul sebagai pusat politik kerajaan Goryeo saat
dia berusia lebih 50 tahun.
Raja ke-4 dari Garyeo, Gwangjong berupaya untuk melemahkan kekuasaan
pemimpin lokal lewat berbagai kebijakan reformasi. Namun, penerusnya
raja Gyeongjong wafat dalam 6 tahun setelah naik tahta, sehingga
kerajaan Goryeo mengalami kekacauan yang cukup parah. Raja Seongjong
yang baru naik tahta pada masa kekacauan memutuskan untuk menegakkan
ketertiban politik. Akhrnya, dia menyuruh bawahannya untuk mengajukan
anjuran yang dapat dituntaskan denga cepat.
Dengan demikian, Choi Seung-ro menganjurkan berbagai usul seperti
memperbaiki sistem militer, mencegah acara agama Buddha yang berlebihan,
mengontrol perdagangan, menegakkan sistem status sosial, dll. Pada
waktu itu, Choi Seung-ro berusia 56 tahun, maka pengetahuan dan
pengalamannya mencapai puncaknya. Akhirnya, raja Seongjong mengangkatnya
sebagai asisten raja dan kerajaan Goryeo semakin menjadi stabil dengan
mengatasi tantangan dengan pemimpin daerah.
Mewujudkan Tekad Untuk Reformasi
Pada tahun 988, Choi Seung-ro yang diangkat sebagai perdana menteri
memohon kepada raja agar dia akan mengundurkan diri dari jabatannya.
Namun, raja Seongjong tidak dapat mengizinkan Choi Seung-ro untuk mundur
dari jabatannya. Namun, satu tahun kemudian, Choi Seung-ro meninggal
dunia dalam usia 63 tahun, serta raja Seongjong yang berduka
menghadiahkan kain rami dan beras untuk upacara pemakaman. Selain itu,
raja ke-7 dari Goryeo, Mokjong memakamkan Choi Seung-ro dalam kuburan
raja Seongjong. Demikianlah, jasa Choi Seung-ro yang mengembangkan
budaya Kong Fu Cu di dalam kerajaan Goryeo dan menegakkan kekuasaan raja
Goryeo terasa cukup tinggi.
Source : KBS world/korean story
No comments:
Post a Comment