...'Watashi wa Nippon ga suki'..

...'naneun hangug-eul joh-a'...

............I like korea...........

............I like japan...........

Note : if you do not understand with Indonesian leanguage, you can translate with the translator at the bottom of the red

jika ingin meng copy paste ' artikel yang ada di blog ALL ABOUT KOREA AND JAPAN, tolong cantumkan nama Credit/sumber serta alamat blog ALL ABOUT KOREA AND JAPAN ya ^^

Saturday, June 2, 2012

Penyair Kim Su-yeong, Menjadi Akar Besar Bagi Syair Modern Korea


  


Karya Awal Penyair Kim Su-yeong Ditemukan
Karya awal seorang penyair yang dievaluasi sebagai karya sesungguhnya membuka ufuk baru di bidang syair modern Korea. Karya ini telah ditemukan baru-baru ini. Itu tiada lain adalah syair berjudul 'Untuk Itu' yang diterbitkan pada tahun 1953 saat meletusnya Perang Korea. Penyair yang mengungkapkan kemalangannya yang terpaksa digelutinya karena situasi era dan sejarah lewat sastra, yaitu Kim Su-yeong... Apa makna kata 'itu' yang terdapat di dalam syairnya?


Awalnya Modernisme
Kim Su-yeong yang lahir pada tahun 1921 di Jongno, Seoul mulai melakukan kegiatan sastra setelah kemerdekaan Korea pada tahun 1945. Dia bergaul dengan penyair yang dipengaruhi oleh kalangan modernisme seperti Kim Gi-rim, Kim Gwang-gyun, dll dan juga menerbitkan syairnya berjudul 'Song of the Royal Shrine’ lewat majalah sastra yang diterbitkan untuk pertama kali setelah kemerdekaan Korea.

Setelah itu, lewat syairnya 'Confucius’ Difficulty in Daily Life’ pada tahun 1949, dia menunjukkan puncak modernisme dan pandangannya yang memandang masyarakat modern. Namun pada tahun 1950, dia terpaksa mengalami kesengsaraan mengerikan secara langsung.

Kehidupan Yang Menyedihkan
Saat meletusnya Perang Korea, dia mengalami kesengsaraan, karena dia dikerah secara paksa dalam pasukan Korea Utara dan akibatnya, dia ditahan dalam kamp tawanan pulau Geoje. Kesengsaraan yang dia alami diungkapkan di dalam syair yang diterbitkan pada tahun 1953. Namun setelah itu, kesengsarannya tetap berlangsung, karena dia harus mencari rezeki lewat penerjemahan, bukan membuat syair lagi.

Bagi Kim Su-yeong yang menciptakan banyak syair yang bersifat modernisme, tahun 50-an membuat dia menyadari bahwa syair tidak jauh dari kehidupan nyata. Setelah itu, dia menggunakan kata-kata biasa dalam syair dan mengalami perubahaan dalam hidupnya pada tahun 1960.


Penyair Untuk Partisipasi Dan Tantangan
Saat berlangsungnya gerakan revolusi pada tanggal 19 April 1960, penyair Kim Su-yeong juga ikut ambil bagian dalam gerakan demonstrasi yang dikuasai oleh warga sipil dan kalangan pelajar untuk mewujudkan demokrasi. Untuk mengungkapkan perasaan yang bergelora pada waktu itu, dia menciptakan banyak syair, namun kudeta 16 Mei tahun 1961 kembali mengecewakannya. Walaupun dia menciptakan syair yang mengkritik kenyataaan secara tajam, namun dia menyadari bahwa dia hanyalah seseorang intelektual kritis yang berhadapan dengan masyarakat tertutup di bawah penindasan politik. Oleh karena itu, dia sering menciptakan syair yang mencemoohkan diri, namun pada tahun 1968, dia menerbitkan syair yang penuh harapan berjudul 'Rumput' yang mengandung daya hidup dari masyarakat.

Lewat daya hidup dari rumput, dia mengungkapkan bahwa masyarakat harus tetap menjalani hidupnya tanpa menyerah walaupun mudah jatuh dan juga merasa kecewa. Namun, sangat disayangkan, dia meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas pada tanggal 16 Juni 1968 dalam 15 hari saja sejak syair tersebut diterbitkan. Setelah kematiannya, pengaruh dari penyair Kim Su-yeong cukup besar, sehingga hal ini menjadi akar terbesar bagi sastra Korea. Penyair Kim Su-yeong yang menyambut genap 90 tahun kelahirannya akan tetap berperan sebagai pohon besar bagi sastrawan generasi berikutnya.

Source Kbs world
Share : allaboutkoreaandjapan.blogspot.com
 TAKE IT OUT WITH FULL CREDIT !!

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...